Kamis, 19 Januari 2012

Anak INDIGO

BEBERAPA anak memperlihatkan kecenderungan bisa "melihat" kejadian yang akan datang, memiliki kesadaran lebih tinggi dibandingkan dengan anak seusianya. Mereka dikenal dengan sebutan anak indigo. Meski terkadang bersikap lebih matang ketimbang anak seusianya, buah hati kita itu tetap harus diperlakukan sebagai anak-anak sesuai usianya.

"Mami, jangan menginap di hotel itu. Aku mencium bau darah kematian." Itulah anjuran seorang anak berusia taman kanak-kanak (TK) manakala keluarganya memutuskan menginap di sebuah hotel berbintang di Jakarta. Karena sang mami paham betul setiap apa yang disampaikan anaknya selalu benar, mereka pun batal menginap dan mengarahkan kendaraannya menuju hotel lain. Tak berapa lama kemudian hotel itu meledak! Darah mengalir, korban bergelimangan. Meluluhlantakkan semua yang ada.

Itu hanya satu cerita kecil dari begitu banyak cerita tentang keistimewaan anak indigo. Pada kasus lain menunjukkan, seorang anak kecil yang disinyalir indigo, mampu menceritakan secara detail tentang keberadaan kakek mereka. Padahal, anak tersebut lahir setelah sang kakek lama meninggal.

Menurut psikolog Yuni Megarini, S.Psi., anak indigo bisa disebut juga anak gifted (luar biasa). Intuisinya sangat tajam. Dia bisa melihat sesuatu yang tidak dilihat orang lain. Anak indigo juga bisa merasakan sesuatu yang tidak dirasakan orang lain. Semacam kemampuan indra keenam (sixth sense) yang tidak dimiliki setiap anak dan setiap orang.

Anak indigo menurut Yuni memiliki roh yang sudah matang (old soul) sehingga dalam keseharian, tidak jarang memperlihatkan sifat orang yang sudah dewasa atau tua. Anak-anak ini memiliki kesadaran yang lebih tinggi daripada kebanyakan orang. Mereka juga mengenal betul siapa diri dan tujuan hidup mereka. Malah sering kali anak indigo tidak mau diperlakukan seperti anak kecil dan tak mau mengikuti tata cara maupun prosedur yang ada.

"Karena kecenderungannya seperti ini, sering kali orang menganggap anak indigo sebagai anak yang menderita ‘kelainan’. ‘Kelainan’ di sini bukan berarti berkelainan tetapi beda karena justru pada dasarnya anak indigo secara fisik adalah anak-anak," ujar Yuni.

Dari dua anak indigo yang pernah konseling kepada Yuni, menunjukkan, IQ mereka memang berada di atas rata-rata anak seusianya. Mereka juga mampu menganalisis berbagai fenomena yang sedang terjadi dengan benar dan jujur. Bahkan, anak-anak ini mampu meneropong berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Semacam kemampuan indra keenam yang tidak dimiliki setiap orang.

"Itulah makanya saya tidak menyebut anak-anak ini sebagai anak-anak berkelainan tetapi anak-anak yang beda dan hebat dibandingkan dengan anak seusianya," ujar Yuni.

Aura ungu

Sementara itu, menurut dokter anak dr. Julia, Sp.A.K. dari Rumah Sakit Ibu & Anak Melinda, anak indigo pertama kali diketahui pada tahun 1984, sebagai anak yang berbeda dari anak lainnya. Istilah indigo diambil dari warna aura indigo (ungu) yang "terlihat" mengelilingi anak tersebut.

Istilah indigo dipopulerkan tahun 1998 melalui buku yang berjudul The Indigo Children: The New Kids Have Arrived yang ditulis pasangan suami-istri Lee Carroll dan Jan Tober. Sedangkan sumber lain menyebutkan, indigo berasal dari bahasa Spanyol yang berarti nila. Warna ini merupakan kombinasi biru dan ungu, diidentifikasi melalui cakra tubuh yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu.

Istilah anak indigo atau indigo children juga merupakan istilah baru yang ditemukan konselor terkemuka di AS, Nancy Ann Tappe. Pada pertengahan 1970-an Nancy meneliti warna aura manusia dan memetakan artinya untuk menandai kepribadiannya. Tahun 1982 Nancy menulis buku Understanding Your Life Through Colour. Penelitian lanjutan untuk mengelompokkan pola dasar perangai manusia melalui warna aura dan mendapat dukungan psikiater Dr. McGreggor di San Diego University.

Dalam klasifikasi yang baru itu, Nancy membahas warna nila yang muncul kuat pada hampir 80 persen aura anak-anak yang lahir setelah 1980. Warna itu bisa dilihat dengan foto Kirlian atau dengan alat generasi baru sejenis seperti video aura.

Warna nila menempati urutan keenam pada spektrum warna pelangi maupun pada deretan vertikal cakra (dari bawah ke atas), dalam bahasa Sansekerta disebut Cakra Ajna, yang terletak di dahi, di antara dua mata. Anak indigo adalah anak-anak yang memiliki aura dominan berwarna nila, namun fisiknya sama seperti anak lainnya.

Jadi secara fisik, kata Julia, ada beberapa perbedaan yang mencolok antara anak indigo dari anak nonindigo, yakni sejak lahir orang tua melihat bahwa bayi mereka "berbeda" dari bayi lainnya. Lebih waspada terhadap lingkungannya, sudah dapat memfokuskan pandangannya, membutuhkan waktu tidur lebih sedikit daripada bayi lain seusianya, dll.

Dari sisi pencernaan, anak indigo juga mempunyai sistem pencernaan yang lebih sensitif, bahkan banyak anak indigo yang menderita alergi susu sapi. Anak ini juga tergolong aktif sehingga banyak yang sering didiagnosis sebagai ADD/ADHD). Sering tidak menerima perintah jika tidak disertai penjelasan mengapa mereka harus melakukan ini/itu.

Perlakukan sebagai anak

Belum ada kepastian yang menyebutkan faktor penyebab indigo. Faktor genetik bukan, faktor gaya hidup (makan makanan yang terus membaik), juga bukan. "Yang pasti, anak indigo menurut saya betul-betul gifted dari Tuhan kepada manusia. Tentang mengapa itu bisa terjadi, saya belum menemukan jawabannya," ungkap Yuni.

Sama halnya penyebab, keberlangsungan anak indigo ini pun belum diketahui apakah akan terus bertahan sampai dewasa atau tidak. Yuni menilai, indigo adalah sesuatu yang menyatu dengan anak tersebut. Itu artinya, kalaupun anak itu dewasa dan dalam pertumbuhannya terarah dan diarahkan, kemungkinan besar kecenderungan indigonya dapat terus berkembang.

Kendati demikian, Yuni menegaskan, anak indigo tetap harus diarahkan meskipun ia pintar menganalisis berbagai persoalan independen, cepat mempelajari hal-hal baru (fast learner), merupakan kelompok visual-kinetik (mempelajari hal-hal baru dengan melihat, dan dapat menirunya dengan mudah), mempunyai kebijaksanaan yang melebihi usianya, dan dapat melihat, mendengar, atau mengetahui hal-hal yang tidak dapat dijelaskan secara logik.

Jika tidak, kata Yuni, bukan hal tidak mungkin jika anak indigo justru tidak mau bersekolah atau mengerjakan sesuatu yang dianggapnya remeh temeh.

Karena anak indigo sudah mampu menyelesaikan banyak persoalan dan cenderung lebih bijak dari anak seusianya, kemungkinan ditinggalkan teman-temannya sangat besar. Ini yang semestinya jangan sampai terjadi. Orang tua harus tetap memperlakukan anak indigo selayaknya anak-anak. Kalaupun ia sangat pintar, usahakan jangan loncat kelas. Tetapi, sertakan anak dalam kelas-kelas klasikal biasa dengan memperbanyak dialog dengan guru. Kerja sama yang baik antara orang tua dan guru dalam mendampingi anak indigo, besar artinya bagi pertumbuhan anak. "Orang tua harus menjembatani anak dengan lingkungannya," ujarnya menambahkan.

Jika tidak, anak indigo cenderung tidak mau mengikuti pelajaran karena dianggapnya enteng. Tidak cuma itu, anak indigo juga lebih sering mondar-mandir di kelas karena mereka cepat mempelajari hal-hal baru sehingga tidak betah berlama-lama untuk sesuatu yang sudah dianggapnya bisa.

Oleh karena itu, Yuni mengajak para orang tua anak indigo untuk menerima mereka, pahami, dan ikuti segala analisis ataupun pendapat yang disampaikan, karena pada umumnya pendapat anak indigo benar. Orang tua juga jangan "mengadili" karena anak indigo sudah cukup banyak "diemohi" teman-temannya karena sikap dan perilaku dia yang cenderung dewasa sebelum usia.

"Jadi, yang pertama harus dilakukan adalah terima mereka. Contohnya orang tua seperti yang diceritakan tadi. Ia mau mendengar anjuran anaknya untuk tidak menginap di hotel yang ternyata akan hancur terkena bom," ujar Yuni.

Yang tidak kalah pentingnya adalah libatkan anak indigo pada berbagai kegiatan yang mengarah pada team building. Hal itu akan lebih menyeimbangkan antara kerja IQ anak indigo yang tinggi dengan hubungan sosial bersama lingkungan. Kalau tidak, anak indigo besar kemungkinan menjadi penyendiri karena banyak teman-temannya merasa "beda" dengan anak indigo.

"Dengan terlibat di team building, anak akan mencoba beradaptasi dengan lingkungannya. Mereka akan mengikuti permainan kelompok sehingga kalaupun ibu mau melibatkan anak indigo pada kegiatan olah raga, seni, dll., sebaiknya pilih kegiatan yang mendorong pada aktivitas-aktivitas yang bersifat kelompok," ujarnya.

Meski jumlah populasinya belum diketahui, menurut Yuni, kecenderungan anak indigo di Indonesia maupun dunia meningkat. Yuni maupun Julia mengaku tidak mengetahui faktor apa yang menyebabkan hal itu terjadi. "Yang pasti, jumlah anak indigo terus bertambah," ujarnya.

2 komentar:

Die_Jo mengatakan...

Nah.. gitu....
Tulisannya yang bagus ya...
Tersukan menulisnya... mantap

Kiiky Meilinda mengatakan...

Iea pak,, makasiii..^^ hehe